Media sosial adalah pedang bermata dua. Di satu sisi, ia mempercepat informasi. Di sisi lain, ia menjadi sarang hoaks politik yang merusak demokrasi.
Kampanye politik kini tidak hanya di jalanan, tetapi juga di dunia maya. Hoaks, disinformasi, dan propaganda digital bisa dengan cepat memengaruhi opini publik.
Kasus Cambridge Analytica menjadi contoh nyata bagaimana data pengguna media sosial bisa dimanfaatkan untuk memengaruhi pemilu.
Banyak negara kini menghadapi dilema: bagaimana melindungi kebebasan berekspresi tanpa membiarkan hoaks merajalela?
Platform media sosial mulai menggunakan algoritma AI untuk menyaring konten palsu, tetapi hasilnya belum maksimal.
Kesimpulannya, hoaks politik adalah ancaman serius bagi demokrasi. Dunia butuh regulasi dan literasi digital lebih baik untuk melawan fenomena ini.