Krisis Air Bersih di Ibu Kota Asia Tenggara: Dampak Urbanisasi dan Perubahan Iklim

Krisis Air Bersih di Ibu Kota Asia Tenggara: Dampak Urbanisasi dan Perubahan Iklim

0 0
Read Time:1 Minute, 3 Second

Manila – Sejumlah ibu kota di Asia Tenggara, termasuk Manila, Jakarta, dan Hanoi, kini menghadapi tantangan akut berupa krisis air bersih. Fenomena ini bukan lagi sekadar masalah musiman, melainkan ancaman struktural yang dipicu oleh kombinasi eksplosif antara urbanisasi masif yang tak terkendali dan perubahan iklim ekstrem.

Di Jakarta, misalnya, ekstraksi air tanah yang berlebihan oleh industri dan rumah tangga telah menyebabkan penurunan muka tanah yang drastis (land subsidence), memperburuk risiko banjir dan intrusi air laut ke dalam akuifer air tawar. Sementara di Manila, sistem penampungan air dan distribusi seringkali gagal mengimbangi lonjakan populasi, diperparah oleh musim kemarau yang lebih panjang dan intens akibat El NiƱo. Analisis terbaru dari Bank Pembangunan Asia (ADB) memperkirakan bahwa kerugian ekonomi akibat krisis air di kawasan ini bisa mencapai miliaran dolar per tahun jika tidak ada intervensi cepat dan terpadu.

Pemerintah lokal kini didorong untuk beralih dari solusi jangka pendek (seperti water rationing) ke investasi infrastruktur berkelanjutan. Ini mencakup pembangunan instalasi desalinasi air laut yang efisien energi, penerapan teknologi daur ulang air limbah (seperti yang sukses dilakukan di Singapura dengan skema NEWater), serta penegakan hukum yang lebih keras terhadap pencemaran sungai dan ekstraksi air ilegal. Kegagalan dalam mengelola sumber daya vital ini tidak hanya mengancam kesehatan masyarakat, tetapi juga stabilitas sosial dan ekonomi regional.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %